Sabtu, 11 April 2009

Pentingkah Pendidikan Anak Usia Dini?

Emang Perlu ya Guru TK mesti Sarjana? Siapa bilang mendidik anak hanya cukup KASIH SAYANG?
pertanyaan diatas seringkali muncul dikehidupan nyata, saat ini masyarakat Indonesia masih memandang rendah pentingnya pendidikan anak usia dini. Mereka menganggap mendidik anak tuh ga perlu pake ilmu. Mematok sangat penting dan sakralnya pendidikan untuk anak sudah tentulah orang-orang belakang layar (Guru TK, terlebih Orang tua) harus lebih banyak tahu setiap tahap tumbuh kembang anak. So... ga salah kan Pendidikan untuk anak dijadikan sebuah jurusan yang spesifik, semakin orang mengerti apa yang mereka pelajari, merekapun akan semakin tahu bagaimana membangun sesuatu menjadi lebih baik.
Berbanggalah teman-teman yang berada di jurusan PAUD/PGTK, selain kita bisa mengamalkan ilmu yang bermanfaat kita juga bisa menjadi contoh baik untuk generasi kita selanjutnya! Para generasi jadul yang sekerang sudah tercetak, jangan dijadikan halangan. Kita-kita yang masih muda, bantu deh mereka untuk melek teknologi dan pembaharuan. Sampe mereka sadar kalo kita memang butuh maju untuk mencetak generasi-generasi baru agar hasilnya gak gitu-gitu aja! Salah satunya yang harus mereka sadari adalah TIDAK MENGANGGAP BAHWA ANAK ADALAH ORANG DEWASA DALAM BENTUK MINI atau menganggap anak pintar adalah anak yang bisa MEMBACA, MENULIS dan BERHITUNG. 
Anak adalah anugerah dengan segala kemampuan dan potensi yang mereka punya.
Ayo para orang tua dan guru, dan calon para guru Mulailah memegang prinsip prinsip bahwa :
- Setiap anak memiliki karakter yang unik, otentik dan tidak terbandingkan
- Setiap anak memiliki rasa ingin tahu yang besar
- Setiap anak adalah peniru yang hebat (mereka mengikuti apa yang mereka contoh dan lihat)  h
(Halooo... salah besar tuh orang yang punya anggapan anak Cuma cukup kasih sayang, gak lagi. Mereka butuh contoh yang baik untuk mereka tiru... (search: Teori Albert Bandura tentang eksperimen Bobo Doll)
- Setiap anak memiliki kemampuan yang berbeda dan anak senang mendapatkan penghargaan, dengan penghargaan anak akan memiliki konsep diri yang positif
- Setiap anak berhak mendapatkan kasih sayang dan cinta dari ayah ibunya, guru-gurunya dan orang sekelilingnya
Yuk sama-sama kita bangun Indonesia dengan mencetak generasi baru yang lebih maju... jadi wahai ayah, bunda, guru-guru jangan membunuh apa yang anak harapkan dan cita-citakan ya! mulai deh belajar berkomunikasi terbuka untuk tahu apa yang anak inginkan, dan kita tinggal mengarahkan, bukan memerintah. Buat semuanya nyaman, berbobot dan menyenangkan!

Minggu, 15 Maret 2009

Dampak Negatif Televisi pada Anak

Pendahuluan

Seiring dengan berjalannya waktu, dimana teknologi kini semakin canggih, tidak sedikit orang tua yang membiarkan anakknya diasuh oleh tayangan televisi. Ironisnya, orang tua malah merasa leluasa untuk melakukan kegiatan sehari-hari tanpa digerecoki oleh anak-anaknya. Mereka menganggap bahwa dengan membiarkan anak menonton televisi, mampu membuat anak menjadi tenang, tidak aktif bergerak, dan orang tuapun bebas melakukan aktivitasnya. Tapi tahukah anda berapa persen unsur pendidikan yang dapat diambil dari tayangan televisi? Berikut disajikan:

Iklan à 39,74%

Sinetron à 30,97%

Berita à 15,68%

Film à 9,31%

Hiburan à 7,30%

Olahraga à 0,94%

Pendidikan à 0,07%

Dapat kita bayangkan apabila pendidikan hanya memiliki persentasi 0,07% berarti nilai positif yang dapat diambil oleh seorang anak (tanpa bimbingan orang tua) hanya sedikit sekali.

Sejauh manakah pengaruh televisi terhadap perilaku agresi anak? Sadarkah kita semua bahwa televisi merupakan masalah sosial yang harus kita selesaikan dari sekarang?

Pembahasan

Dalam suatu investigasi longitudinal, jumlah kekerasan yang ditonton di televisi pada usia 8 tahun berhubungan secara signifikan dengan keseriusan tindakan-tindakan kriminal yang dilakukan sebagai seorang dewasa (Huesmann,1986 dalam Life Span Development). Dalam investigasi lain, menonton kekerasan melalui televisi dalam waktu yang cukup lama berhubungan secara signifikan dengan kemungkinan agresi pada anak laki-laki berusia 12 hingga 17 tahun (Belson,1978 dalam Life Span Development). Anak laki-laki yang cenderung menonton kekerasan dalam tayangan televisi mampu melakukan tindak kejahatan, kekerasan, agresif dalam berolahraga, senang menganncam, dan dampak negatif lainnya.

Televisi pada umumnya memang memiliki pengaruh yang negatif terhadap perkembangan anak, adapun cara yang dilakukan oleh ”si televisi” adalah dengan 1) membuat anak menjadi pelajar yang pasif; 2) sulit terlibat dari pekerjaan rumah yang pada dasarnya diusia dini anak harus diperkenalkan pada tugas-tugasnya dirumah; 3) memberi mereka agresi model kekerasan; 4)memberi pandangan yang tidak realistik pada dunia.

Albert Bandura mengemukakan bahwa proses belajar pada anak terjadi melalui peniruan (imitasi) terhadap orang lain yang dilihat oleh anak. Anak melihat perilaku orang lain dan kemudian mengadopsi perilaku tersebut. Dari teori yang dikemukakan tersebut, sudah jelaslah bahwa anak berperilaku atas dasar imitasi, mereka peniru yang ulung, mereka mampu menjadi seorang yang positif ataupun negatif tergantung dari apa yang mereka lihat dan contohkan.

Childreen see Childreen do!

W. Santrock, John. (2002). Life Span-Development (Perkembangan Masa Hidup). Jakarta: Erlangga

Annisa, Eka. (2008). Dalam seminar ”Menjadi Orang Tua yang Cerdas”. Bandung: tidak diterbitkan