Sabtu, 21 September 2013

PELAKSANAAN PEMBELAJARAN ANAK USIA DINI

Pelaksanaan pembelajaran adalah operasionalisasi dari perencanaan pembelajaran. Oleh karenanya, pelaksanaan pembelajaran terkait erat dengan perencanaan yang telah dibuat. Hal ini berarti bahwa dalam pelaksanaanya akan sangat tergantung pada bagaimana perencanaan pengajaran yang merupakan implementasi kurikulum yang digunakan. Dalam pelaksanaan pembelajaran, terdapat beberapa faktor yang perlu diperhatikan antara lain, usia dan karakteristik anak, kebutuhan belajar, metode yang digunakan, waktu, lokasi pembelajaran, sarana prasarana, dan lain-lainl. Pendidik perlu memahami hakikat dan prinsip-prinsip dalam pelaksanaan pembelajaran anak usia dini. Berdasarkan karakteristik anak usia dini yang sangat individual, pelaksanaan pembelajaran di kelompok bermain dibedakan berdasar kelompok usia 2-3 tahun dan kelompok usia 4-6 tahun. Prinsip-prinsip Pelaksanaan Pembelajaran Kegiatan main yang menyenangkan sebagai media pembelajaran pada anak usia dini harus mendasarkan pada prinsip-prinsip di bawah ini a. Berorientasi pada kebutuhan anak. Pada dasarnya setiap anak memiliki kebutuhan dasar yang sama seperti kebutuhan fisik, rasa aman, dihargai, tidak dibeda-bedakan, bersosialisasi, dan kebutuhan untuk diakui. Oleh karena itu dalam pelaksanaan pendidikan anak usia dini pendidik harus memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut dengan tidak membedakan anak satu dengan lainnya. Anak tidak bisa belajar dengan baik apabila lapar, merasa tidak aman/takut, lingkungan tidak sehat, tidak dihargai atau diacuhkan oleh pendidik atau temannya. Hukuman dan pujian tidak termasuk kebutuhan anak, karenanya pendidik tidak menggunakan keduanya. b. Sesuai dengan perkembangan anak. Anak akan siap belajar apabila dia sudah menguasai kemampuan sebelumnya, misalnya anak akan mampu menulis apabila perkembangan motorik halusnya sudah siap dan koordinasi mata dan tangan sudah baik. Oleh karena itu pendidik harus memahami tahap perkembangan anak. c. Sesuai dengan keunikan setiap individu. Anak merupakan individu unik yang memiliki gaya belajar berbeda. Ada anak belajar lebih mudah dengan cara mendengarkan (auditori), dengan melihat (visual) dan ada yang harus bergerak (kinestetik). Anak juga memiliki temperamen, bahasa, cara merespon lingkungan, kebiasaan, dan minat yang berbeda terhadap alat/ bahan yang dipelajari/yang digunakan. Pendidik seharusnya mempertimbangkan perbedaan individual anak serta mengakui perbedaan tersebut sebagai kekuatan masing-masing anak. Untuk mendukung hal tersebut pendidik harus menggunakan cara dan kegiatan main yang beragam dalam membangun pengalaman anak. d. Anak belajar dari yang konkrit ke abstrak, dari yang sederhana ke kompleks, dari gerakan ke verbal, dan dari diri sendiri ke sosial. Anak belajar mulai dari hal-hal yang paling konkrit yang dapat dirasakan oleh inderanya (dilihat, diraba, dicium, dicecap, didengar) ke hal-hal yang bersifat imajinasi. Misalnya anak usia 2 tahun belajar tentang buah apel dengan cara mengeksplorasi buah apel mainan melalui main peran, sedangkan anak usia 4 tahun dapat membayangkan buah apel dalam pikirannya lalu dituangkan ke dalam gambar, lukisan, playdough, dan lain-lain sebagai refleksi pikirannya. Anak juga belajar dari konsep yang paling sederhana ke konsep yang lebih rumit, misalnya mula-mula anak memahami apel sebagai buah kesukaannya, kemudian anak memahami apel sebagai buah yang berguna untuk kesehatannya. Kemampuan komunikasi anak dimulai dengan menggunakan bahasa tubuh lalu berkembang menggunakan bahasa lisan. Anak memahami lingkungannya dimulai dari hal-hal yang terkait dengan dirinya sendiri kemudian ke lingkungan dan orang-orang yang paling dekat dengan dirinya sampai kepada lingkungan yang lebih luas. Dengan demikian pendidik harus menyediakan alat-alat main yang paling konkrit, alat main yang bisa digunakan sebagai pengganti benda yang sesungguhnya, sampai alat dan bahan main yang mendukung imajinasi abstrak anak. Pendidik juga harus memahami bahasa tubuh anak dan membantu mengembangkan kemampuan bahasa anak melalui kegiatan main. e. Anak sebagai pembelajar aktif. Dalam proses pembelajaran, anak merupakan subjek/pelaku kegiatan dan pendidik merupakan fasilitator. Anak mempunyai rasa ingin tahu yang besar, mempunyai banyak ide, dan tidak bisa diam dalam jangka waktu lama. Oleh karena itu pendidik harus menyediakan berbagai alat, memberi kesempatan anak untuk memainkan berbagai alat main dengan berbagai cara dan memberikan waktu kepada anak untuk mengenal lingkungannya dengan caranya sendiri. Pendidik juga harus memahami dan tidak memaksakan anak untuk duduk diam tanpa aktivitas dalam waktu yang lama. f. Anak belajar melalui interaksi sosial baik dengan orang dewasa maupun dengan teman sebaya yang ada di lingkungannya. Salah satu cara anak belajar adalah dengan cara mengamati, meniru, dan melakukan. Orang dewasa dan teman-teman yang dekat dengan kehidupan anak merupakan obyek yang diamati dan ditiru anak. Melalui cara ini anak belajar cara bersikap, berkomunikasi, berempati, menghargai, atau pengetahuan dan keterampilan lainnya. Pendidik seharusnya memiliki waktu untuk berinteraksi dengan anak dalam kelompok besar, kelompok kecil, dan secara individu. Pendidik juga harus mendukung anak bermain sendiri, dengan kelompok kecil, dan bermain dengan kelompok besar. Selain itu pendidik harusnya memberi pengalaman kepada anak bermain dengan anak lain yang lebih kecil, sebaya, lebih besar, dan orang dewasa untuk membantu anak mengembangkan kemampuan berkomunikasi dan kematangan emosinya. g. Menyediakan lingkungan yang mendukung proses belajar. Lingkungan merupakan sumber belajar yang sangat bermanfaat bagi anak. Lingkungan fisik berupa penataan ruangan, penataan alat main, benda-benda, perubahan benda (daun muda - daun tua, daun kering, dst), cara kerja benda (bola didorong akan menggelinding sedangkan kubus didorong akan menggeser, dst), dan lingkungan non fisik berupa kebiasaan orang-orang sekitar, suasana belajar (keramahan pendidik, pendidik yang siap membantu, dst). Pendidik seharusnya menata lingkungan yang menarik, menciptakan suasana hubungan yang hangat antar pendidik, pendidik dan anak dan anak dengan anak. Pendidik memfasilitasi anak untuk mendapatkan pengalaman belajar di dalam dan di luar ruangan secara seimbang dengan menggunakan benda-benda yang ada di lingkungan anak. Pendidik juga mengenalkan kebiasaan baik, nilai-nilai agama dan moral di setiap kesempatan dengan cara yang menyenangkan. h. Merangsang munculnya kreativitas dan inovasi. Pada dasarnya setiap anak memiliki potensi kreativitas yang sangat tinggi. Ketika anak diberi kesempatan untuk menggunakan berbagai bahan dalam kegiatan permainannya, maka anak akan dapat belajar tentang berbagai sifat dari bahan-bahan tersebut. Membolehkan anak bersentuhan dengan aneka bahan dengan berbagai jenis, tekstur, bentuk, ukuran, dll dapat mendorong anak menciptakan produk-produk baru dengan inovasi mereka setelah bereksplorasi dengan berbagai bahan tersebut. Pendidik perlu menghargai setiap kreasi anak apapun bentuknya sebagai wujud kreativitas mereka. Dengan kreativitas, anak akan dapat memiliki pribadi yang kreatif sehingga mereka dapat memecahkan persoalan kehidupan dengan cara-cara yang kreatif pula. Ide-ide kreatif dan inovatif mereka menjadi modal dasar seorang enterpreneur/wirausaha yang dapat meningkatkan perekonomian negara kelak. i. Mengembangkan kecakapan hidup anak. Kecakapan hidup merupakan keterampilan yang perlu dimiliki anak melalui pengembangan karakter. Karakter yang baik dapat dikembangkan dan dipupuk sehingga menjadi modal bagi masa depannya kelak. Kecakapan hidup diarahkan untuk membantu anak menjadi mandiri, tekun, bekerja keras, disiplin, jujur, percaya diri, dan mampu membangun hubungan dengan orang lain. Kecakapan hidup merupakan keterampilan dasar yang berguna bagi kehidupannya kelak. Ini akan sangat menunjang seseorang agar kelak dapat menjadi orang yang berhasil. Untuk itu pendidik harus percaya bahwa anak mampu melakukan sesuatu untuk dirinya sendiri. Pendidik juga harus mendukung kemampuan kecakapan hidup melalui penataan lingkungan yang tepat, menyediakan kegiatan main yang beragam, serta menghargai apapun yang dihasilkan oleh anak. j. Menggunakan berbagai sumber dan media belajar yang ada di lingkungan sekitar. Sumber dan media belajar tidak terbatas pada alat dan media hasil pabrikan, tetapi dapat menggunakan berbagai bahan dan alat yang tersedia di lingkungan sepanjang tidak berbahaya bagi kesehatan anak. Air, tanah lempung, pasir, batu-batuan, kerang, daun-daunan, ranting, karton, botol-botol bekas, perca kain, baju bekas, sepatu bekas, dan banyak benda lainnya yang tertata dan direncanakan dengan baik sehingga anak belajar mengenal banyak konsep; matematika, sains, sosial, bahasa, dan seni. Dengan menggunakan bahan dan benda yang di sekitar, anak juga belajar menjaga lingkungan, pelestarian alam, dan lainnya. Sumber belajar juga tidak terbatas pada pendidik, tetapi orang-orang yang ada di sekitarnya. Misalnya anak dapat belajar tentang tugas dan cara kerja petani, peternak, polisi, pak pos, petugas pemadam kebakaran, dan lainnya dengan cara mengunjungi tempat kerja mereka atau mendatangkan mereka ke lembaga untuk menunjukkan kepada anak bagaimana mereka bekerja. k. Anak belajar sesuai dengan kondisi sosial budayanya. Kelompok bermain merupakan wahana anak tumbuh dan berkembang sesuai potensi dengan berdasarkan pada sosial budaya yang berlaku di lingkungan. Pendidik seharusnya mengenalkan budaya, kesenian, dolanan anak, baju daerah, dll dan menjadikannya bagian dari penataan lingkungan dan pembelajaran baik secara regular maupun melalui event tertentu. l. Melibatkan peran serta orangtua yang bekerjasama dengan para pendidik di Kelompok Bermain. Orangtua menjadi sumber informasi mengenai kebiasaan, kegemaran, ketidaksukaan anak, dan lain-lain yang digunakan pendidik dalam penyusunan program pembelajaran. Orangtua juga dilibatkan dalam memberikan keberlangsungan pendidikan anak di rumah. Lembaga harus memiliki jadwal pertemuan orang tua secara rutin untuk berbagi informasi tentang kebiasaan anak, kemajuan, kesulitan, rencana kegiatan bersama anak dan orang tua, serta harapan-harapan orang tua untuk perbaikan program. Adanya program orang tua menjadikan stimulasi yang anak dapatkan di lembaga dan di rumah menjadi sejalan dan saling menguatkan. m. Stimulasi pendidikan bersifat menyeluruh yang mencakup semua aspek perkembangan. Saat anak melakukan sesuatu sesungguhnya ia sedang mengembangkan berbagai aspek perkembangan/kecerdasannya. Misalnya saat anak makan, ia mengembangkan kemampuan bahasa (kosa kata tentang nama bahan makanan, jenis makanan, dsb), gerakan motorik halus (memegang sendok, membawa makanan ke mulut), kemampuan kognitif (membedakan jumlah makanan yang banyak dan sedikit), kemampuan sosial emosional (duduk dengan sopan, saling berbagi, saling menghargai keinginan teman), dan aspek moral (berdoa sebelum dan sesudah makan). Program pembelajaran dan kegiatan anak yang dikembangkan pendidik seharusnya ditujukan untuk mencapai kematangan semua aspek perkembangan. Selama anak bermain pendidik juga harus mengamati kegiatan anak untuk mengetahui indikator-indikator yang telah dicapai anak di setiap perkembangannya.