Jumat, 28 Desember 2012

Dasar Teori Prasekolah (anak usia 3-6 tahun)

Teori perkembangan anak berikut ini seharusnya digunakan untuk memberikan dasar bagi semua kegiatan di program prasekolah (diambil dari Pelaksanaan sebuah program keterlibatan awal dasar main yang sesuai perkembangan untuk anak usia dini dengan atau tanpa kebutuhan khusus – Model Program Creative, 1997). Prasekolah perlu untuk mengembangkan keterampilan sosialnya yang akan memungkinkan mereka untuk bermain dengan anak lain, Selama masa prasekolah, anak dianggap oleh Erikson sebagai masa “prakarsa vs bersalah” juga digambarkan sebagai masa “memiliki atau terasing.” menggunakan bahasa untuk memecahkan masalah mereka. Mereka juga perlu banyak kesempatan untuk mencoba kegiatan-kegiatan baru dan menjelajah. Anak prasekolah bisa terdengar bicara, “Saya bisa mengerjakannya” dan saat mereka dibolehkan untuk mengembangkan keterampilan sesuai kecepatannya sendiri, tanpa kritik dari orang dewasa, mereka akan menjaga perasaan positif akan dirinya. Rasa percaya diri, memiliki sikap “Saya dapat melakukan,” adalah penting bagi anak untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan untuk keberhasilan di sekolah nanti. Selama tahap perkembangan ini penting sekali bahwa lingkungan memberikan kesempatan-kesempatan pada anak untuk mengalami perasaan akan keberhasilan. Semua kegiatan seharusnya direncanakan sehingga anak dapat merasa percaya diri dalam bekerja sesuai tingkat perkembangannya. Saat anak prasekolah dibolehkan untuk bermain yang mendukung, lingkungan yang positif dengan bahan-bahan, orang dewasa, dan anak lain, mereka akan mengembangkan ego yang kuat yang mendukung rasa memiliki dan mampu melaksanakan. Lingkungan bermain yang bermutu memberikan kesempatan-kesempatan bagi anak prasekolah untuk mengembangkan keterampilan main peran menggunakan bahan-bahan main peran makro dan mikro. Dalam main peran, anak dapat membelokkan kenyataan untuk mempersiapkan ego mereka. Erikson menyarankan bahwa melalui pengalaman-pengalaman main peran, anak mulai mengerti dunia di sekeliling mereka dan mengembangkan keterampilan sosial dengan anak lain. Selama tahap ini, anak terlibat dalam main peran dengan anak lain yang berkembang dari hubungan sosial main sendiri dan main berdampingan pada anak usia dua tahun ke perilaku sosial kerja sama, yang meliputi pengambilan peran, pemecahan masalah, dan rencana kelompok (Parten, 1932). Selama masa prasekolah, anak seharusnya diberikan kesempatan untuk melukis, membangun, menjelajah, dan berpura-pura baik sendiri maupun dengan anak lain. Piaget percaya bahwa anak berkembang melalui Teori Piaget menyarankan bahwa anak prasekolah harus bergerak dari tahap perkembangan kognisi sensorimotor ke dalam tahap pra-operasional. pengalaman langsung dengan bahan-bahan, anak-anak, dan orang dewasa. Menurut Piaget, anak harus dibolehkan untuk menemukan tiga jenis pengetahuan; sosial, logik/matematik, dan fisik( DeVries & Kohlberg, 1987). Ketika anak menciptakan pengetahuannya sendiri, pengertian mereka lebih lengkap dan dapat menggunakan pengetahuan untuk membangun konsep yang lebih rumit. Contoh: Orang dewasa meletakkan tiga loyang besar di atas sebuah meja, satu dengan sabun cair bening dan cat biru, satu dengan sabun cair bening dan cat kuning dan yang satu hanya dengan sabun cair bening. Anak akan mencampur warna biru dan kuning dan menemukan warna hijau. Contoh: Anak dibolehkan untuk bermain dengan balok-balok setiap hari. Saat anak sedang membangun dengan bahan-bahan main pembangunan, ia akan mengembangkan pengetahuan fisik dan logik/matematik mengenai angka, bentuk dan ukuran. Sara Smylansky, dalam penelitiannya menekankan pada perkembangan keterampilan main peran (1968), menyarankan bahwa Piaget menjelaskan tentang empat macam main dalam teorinya. Keempat macam jenis main ini adalah pembangunan, sensorimotor, main peran, dan permainan dengan aturan. Permainan dengan aturan sulit untuk anak prasekolah karena pemikiran pra-operasional anak belum sepenuhnya mengerti konsep menang dan kalah. Jenis main ini dapat diamati pada anak sekolah dasar yang secara perkembangan bergerak ke tahap pemikiran operasional nyata. Melalui pengalaman-pengalaman main peran, anak dapat belajar “keluar dari dirinya,” menerima sudut pandang orang lain, dan mengembangkan tiga jenis pengetahuan: sosial, logika/matematika, dan fisik. Pada pengalaman main pembangunan anak melatih keterampilan-keterampilan yang akan dibutuhkan dalam kerja sekolah nantinya. Selama pengalaman ini, anak berkembang dari pemain proses (main sensorimotor), yang melumuri cat untuk merasakan tekstur, ke pemain usia lima tahun yang datang ke tempat balok atau papan lukis dengan gagasan tertentu dan menghasilkan karya yang mewakilinya. Dr. Charles Wolfgang (1977) telah menempatkan bahan main pembangunan pada sebuah rangkaian yang berkelanjutan dari sifat cair ke terstruktur. Air, pasir, cat, spidol, krayon dan sebagainya, dianggap sebagai bahan main pembangunan sifat cair. Balok, LegoTM, dan bahan pembangunan lainnya yang memiliki bentuk yang telah ditentukan sebelumnya dianggap menjadi bahan pembangunan terstruktur. Kerja Anna Freud menyarankan bahwa anak berkembang dari bayi (yang terlibat dalam main tubuhnya dengan ibu jari, jari-jari dan sebagainya) ke perkembangan anak usia satu tahun yang belajar untuk menggunakan bahan main secara tepat, kemudian ke dalam pengalaman-pengalaman main dengan bahan-bahan main dan anak lain. Kerja Freud menguatkan teori Piaget dan Erikson dalam nilai bermain dan hubungan sosial dengan anak lain. Melalui penggunaan bahan main seharian dan kesempatan untuk bermain dengan anak lain, mereka akan mengembangkan keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk keberhasilan kerja sekolah nantinya. Kerja Lev Vygotsky dimulai tahun 1930-an dan berlanjut hingga kini memberikan keyakinan pada orang dewasa yang bekerja dengan anak usia dini bahwa anak adalah yang utama dan seharusnya dibolehkan berkembang sepenuhnya melalui pengalaman main dengan anak lain dan orang dewasa yang sesuai tahap perkembangannya. Ia percaya bahwa anak dengan kebutuhan khusus akan menghadapi hambatan kedua jika mereka tidak dibolehkan untuk berhubungan penuh dengan lingkungannya dan hambatan kedua ini akan menjadi lebih besar terhadap perkembangannya daripada kebutuhan khususnya. Vygotsky membahas “the zone of proximal development” yang mendukung kepercayaan bahwa orang dewasa, dapat dan harus memberi Vygotsky percaya bahwa anak dengan kebutuhan khusus seharusnya disertakan dalam semua pengalaman kebudayaan dengan teman sebaya mereka yang tipikal pijakan pada main anak. Orang dewasa setelah menyusun lingkungan bermain yang sesuai harus bertanya, mendukung, dan meluaskan kegiatan-kegiatan sambil membolehkan kekuatan anak. “Di kehidupan ini anak tidak dapat mengabaikan aturan, tetapi dalam bermain itu mungkin. Bermain menciptakan “zone of proximal development.” Dalam bermain, anak selalu berada di atas rata-rata usianya, di atas perilakunya sehari-hari; dalam bermain dia seolah-olah lebih matang dari sesungguhnya, misalnya dia bermain seperti mampu menulis. Tindakan dalam ruang lingkup khayalan, dalam keadaan berkhayal, ciptaan harapan-harapan pribadi, dan bentukan perencanaan kehidupan nyata dan “volitional motives,” semua ini muncul dalam bermain dan menjadikan tingkat perkembangan anak prasekolah yang tertinggi.” (Berk & Winsler, 1994)

Senin, 24 Desember 2012

Perkembangan Anak usia 12-24 bulan

Sumber: diambil dari George S. Morrison (1988), Education and Development of Infant, Toddler, and Preschoolers, Glenview, Illionis; Scott, Foresman and Co. Tahapan Usia Perkembangan Kognisi dan Tingkah Laku Percobaan 12 – 18 Bulan • Anak mulai melakukan percobaan aktif yang dibuktikan melalui kegiatan uji coba. • Anak mulai membedakan dirinya dari yang lain. • Anak memakai banyak waktu “melakukan percobaan” untuk melihat apa yang akan terjadi. • Anak sudah mengembangkan “ketetapan benda” (dapat menemukan benda-benda yang disembunyikan pada tempat persembunyian pertama). • Anak mulai memahami ruang, waktu, dan sebab akibat dalam hubungan ruang dan waktu. Kecerdasan Representasi 18 – 24 Bulan • Kombinasi pikiran anak dibuktikan dengan berpikir sebelum melakukan. • Perkembangan lebih lanjut hubungan sebab dan akibat. • Dapat membayangkan benda dalam pikirannya. • Tindakan meniru yang semakin simbolik. • Mulai merasakan tentang waktu (kapan sesuatu terjadi). • Ketetapan benda terus berkembang dan anak dapat menemukan benda yang beberapa kali disembunyikan. • Anak bersifat memikir diri sendiri saja; memandang dunia hanya dari sudut pandangnya saja. Teori Anna Freud dan Margaret Mahler memiliki kesamaan dengan teori Erikson dan Piaget yang sangat memperhatikan pentingnya lingkungan aman yang membolehkan anak untuk berlatih keterampilan-keterampilan baru dan melakukan percobaan dengan macam-macam bahan bermain. Anak yang masih merangkak dan/atau berjalan menjauhi pengasuhnya saat ia menjelajah dan melakukan percobaan. Selama masa ini pengasuh akan sering menemukan bahwa anak akan mudah terikat perhatiannya dengan mainan-mainan yang lembut atau selimut. Teori Anna Freud membuktikan bahwa melalui penciuman, perasaan, dan penglihatan, barang tersebut memberikan perasaan aman pada anak selagi ditinggal jauh dari kenyamanan langsung dari pengasuhnya. Anak yang baru berusia satu tahun akan bergerak terus menerus. Dia berpindah secara cepat dari satu kegiatan ke kegiatan yang lain. Dia akan memanjat, menuang atau mengisi, merangkak, dan menjatuhkan segala sesuatu yang ditemukan. Anak ini menginginkan pengasuh dapat terlihat terus, meskipun dia berpindah semakin jauh, dan ini mengembangkan kepercayaan terhadap kemampuannya. Selama masa ini, anak terlibat dalam perilaku “mengisi kembali.” Contoh: anak akan menjauhi pengasuh dan menaiki mainan yang ada rodanya. Secara berkala anak akan menengok untuk meyakinkan bahwa pengasuhnya masih ada dan/atau akan kembali untuk menyentuh sebentar sebelum bergerak kembali ke kegiatan semula atau yang baru. Ini juga masa permainan “lari dan kejar.” Anak menikmati bila mencoba jauh dari pengasuhnya, sambil menengok dan tertawa. Menurut teori ini, kebutuhan tersebut, yaitu mencoba jauh terus dirangkul oleh pengasuhnya, akan mendukung keinginan anak mempunyai kekuatan atau penguasaan diri sementara ia juga terus membutuhkan hubungan aman dan rasa percaya. Selama masa ini, dia melatih keterampilan motorik dengan bergerak ke lingkungan yang lebih luas, anak mulai mengungkapkan dirinya dengan mengamuk. Ini adalah hal yang wajar dan tidak perlu dikhawatirkan. Pilihan dan kesempatan untuk mengendalikan kegiatan membantu anak dalam mengembangkan kepercayaan diri. Contoh: Anak kecil senang makan sendiri. Mereka akan menolak mengambil makanan dari sendok yang diberikan oleh pengasuh; oleh sebab itu makanan yang diambil dengan jari-jari dan kesempatan untuk makan sendiri memberikan kesempatan untuk memilih dan mengendalikan diri sendiri. Pengasuh harus menerima bila saat makan anak menjadi agak berantakan di tempat makan. Ketika anak hampir berusia dua tahun banyak pengasuh mengamati bahwa anak yang beberapa bulan yang lalu tidak ingin dipegang, atau pergi jauh setelah pengalaman singkat “mengisi kembali,” sekarang menginginkan perhatian pengasuh. Menurut teori Freud dan Mahler anak yang berlatih bergerak jauh dan mengembangkan pengertiannya tentang perpisahan dirinya dengan pengasuh. Anak yang hampir dua tahun kembali ke dalam masa dimana keinginan untuk mendapat perhatian dan hubungan dengan pengasuh menjadi penting. Bahasa dan bermain dengan pengasuh dan anak lain adalah bagian penting dari tahap perkembangan berikutnya. Dasar Teori Anak Usia Dua Tahun (24 –36 Bulan) Teori perkembangan anak berikut ini seharusnya digunakan sebagai dasar bagi semua kegiatan di program anak usia dua tahun. (Diambil dari The Infant/Toddler Training Module ditulis oleh CCCRT untuk Departemen Kesehatan dan Pelayanan Rehabilitasi Negara Bagian Florida tahun 1991). Anak selama usia 24 - 36 bulan dianggap oleh Erikson masih berada pada masa “penguasaan diri vs malu dan ragu.” Masa “penguasaan diri vs malu dan ragu” meluas pada usia dua belas bulan sampai dua puluh empat bulan dan terus hingga anak berusia tiga puluh enam bulan bersamaan dengan pengembangan bahasa dan awal latihan ke kamar mandi. Selama masa ini anak melanjutkan membangun kekuatan hubungannya yang telah berkembang di awal masa bayi. Jika lingkungan aman dan tetap serta telah berkembang rasa percaya terhadap orang dewasa di lingkungannya kemudian ke benda dan orang lain. Saat anak berhubungan dengan benda, anak lain, dan orang dewasa, penguasaan dan rasa percaya dirinya terbangun. Ketika bayi mulai merangkak kemudian berjalan, batasan-batasan harus ditata dan ditempat batasan-batasan itu kita dapat melihat jelas munculnya awal usaha keras bagi kekuatan atau “penguasaan diri.” Bayi dapat bergerak dan mudah dialihkan, anak usia satu tahun maunya tetap terus (ketekunan). Anak usia dua tahun mulai menggunakan bahasa untuk memenuhi kebutuhannya, tetapi ledakan amarah masih lazim. Anak ini sering mengucapkan kata “tidak” atau “punyaku.” Perkembangan bahasa merupakan metode yang paling penting dalam membantu anak menguasai dunianya. Dengan perkembangan bahasa anak dapat mengembangkan sebuah sistem simbol yang mewakili dunianya. Selama masa ini, anak masih sangat aktif. Hal ini penting, agar pengasuh terus menerus mendukung perkembangan keterampilan gerak dan mengendalikan tubuh. Pengasuh seharusnya tidak memaksakan, melatih berulang-ulang atau men-drill keterampilan tersebut. Ketika pengasuh memberikan kesempatan aman untuk anak berlatih supaya anak dapat mengendalikan kegiatan motorik sesuai kecepatannya, perkembangan pengendalian diri dan rasa menghargai diri yang kuat akan terdukung. Contoh: Sama dengan anak usia satu tahun, anak usia dua tahun juga senang sekali memanjat, oleh sebab itu pengasuh harus memberikan daerah yang aman untuk memanjat, seperti tangga dengan pegangan dan pijakan yang tepat ukuran dengan daerah jatuh yang aman atau tempat yang diberi bantalan dengan beberapa tingkatan. Bila pengasuh melakukan campur tangan secara berlebihan dalam melindungi, anak usia satu tahun dapat mengembangkan perasaan tidak mampu. Pengasuh harus menyediakan kesempatan yang aman, sesuai dengan perkembangan anak usia satu tahun untuk berlatih keterampilan motorik. Bila suara-suara kasar, pukulan atau hukuman digunakan untuk mengendalikan kegiatan anak usia satu tahun, rasa malu dan ragu terhadap kemampuan mereka dapat muncul. Ini berarti bahwa anak usia ini tidak boleh semaunya, tetapi pengasuh harus memberikan lingkungan yang aman sehingga mereka mempunyai kesempatan untuk memilih. Ketika anak dibolehkan untuk membuat pilihan di dalam batasan-batasan yang dapat diterima, kebutuhan untuk mengendalikan yang muncul pada tahap ini sudah terdukung dalam batas-batas yang ditentukan oleh orang dewasa. Menurut teori Erikson anak perlu dan mencari batasan-batasan. Batasan-batasan tersebut memberikan mereka keamanan. Saat anak ini dibolehkan melakukan kebebasan secara penuh, mereka dapat terperangkap dalam perebutan kekuatan yang sia-sia yang muncul terus menerus pada masa anak-anak. Selama anak usia dua tahun ini, pengasuh akan mulai melihat meningkatnya ketertarikan pada buku, lagu, puzzle, dan kegiatan-kegiatan yang sesuai lainnya. Teori Erikson menyarankan bahwa selama tahap ini anak membutuhkan banyak bahan yang membolehkan untuk membuat kembali pengalaman-pengalaman hidup yang nyata. Selama usia dua tahun, pengasuh akan mengamati munculnya main peran. Anak akan memainkan sebuah peran dan meniru tingkah laku orang lain yang telah dilihatnya. Contoh: Anak di usia ini belum memiliki rasa apakah ia laki-laki atau perempuan. Mereka akan memakai sepasang sepatu orang dewasa, meletakkan tas di tangannya, dan melambai sambil berkata, “Saya mau pergi ke toko!” Pengasuh harus mendukung awal munculnya main simbolik atau main peran ini. Perilaku-perilaku ini membantu anak usia dini memahami dunianya, mendukung perkembangan kognisi, sosial, emosi, dan bahasa. Contoh: Pengasuh yang terlibat akan memberi tanggapan dengan senyuman dan komentar seperti “Jangan pergi terlalu lama” atau “Bisakah kamu ambilkan aku susu.” Jika bahan-bahan main berukuran yang sesungguhnya seperti memakai pakaian, kompor, bak cuci piring, piring-piring, teko, dan lain sebagainya tersedia, anak terdukung dalam pengalaman main peran keluarga. Jenis main peran dalam ukuran yang sesungguhnya di sebut main peran makro. Anak usia ini menyenangi main peran ukuran mini dengan bahan-bahan ukuran kecil, seperti peternakan dengan binatang-binatangan atau rumah dengan perabot dan boneka orang-orangan. Dengan bahan-bahan main ini, anak memainkan pengalaman-pengalaman yang telah dimilikinya, dan meniru permainan pengasuh dan anak lain. Erikson menyebut ini main peran mikro. Teori Erikson menyarankan bahwa main peran dalam bentuk makro atau mikro membolehkan anak untuk mengulang pengalamannya, melepaskan bagian-bagiannya dan kadang-kadang mengaturnya kembali agar pengertiannya berkembang. Contoh: Anak yang pada awalnya menangis saat ibunya pergi kerja di pagi hari dapat memperlihatkan meletakkan boneka di tempat main peran makro di jendela dan berkata, “Lihat, ibu telah pergi kerja, jangan menangis sayang.” Pengalaman bermain ini mendukung perkembangan anak sepenuhnya dan seharusnya bermain menjadi bagian penting dalam kesehariannya. Saat keterampilan main yang sebenarnya dengan anak lain dan orang dewasa, menggunakan bahasa, terbukti dalam permainan anak usia dua tahun, ia telah mulai bergerak ke tahapan perkembangan Erikson yang ketiga yang disebut “prakarsa vs bersalah.” Teori Erikson menyarankan bahwa tahap ini adalah satu hal yang sangat penting untuk perkembangan kemampuan sosial. Erikson mengatakan bahwa selama tahap ini anak mengembangkan rasa memiliki dengan orang lain atau rasa terasing. Pengetahuan ini seharusnya mendorong pengasuh untuk mencontohkan hubungan sosial yang tepat dengan anak dan orang dewasa lain dan mendukung hubungan sosial yang positif diantara anak. Anak belajar tentang dunianya melalui peranserta aktif langsung dengan benda, anak lain, dan orang dewasa. Kesempatan anak untuk bermain dengan berbagai macam mainan adalah sangat penting baik di dalam maupun di luar. Teori Piaget secara jelas memperlihatkan pada kita bahwa anak usia dini belajar melalui pengalaman-pengalaman yang terpadu. Anak yang lebih besar sering diberi pelajaran dan dilatih secara berulang-ulang atau di-drill. Penelitian sekarang memperlihatkan bahwa mungkin ini bukan metode yang terbaik untuk anak yang lebih besar dan ini pasti salah untuk anak Menurut teori Piaget anak usia dua tahun mulai memasuki tahap pra-operasional. usia dua tahun. Anak ini belajar melalui pengalaman langsung. Ia tidak belajar memahami warna melalui kegiatan-kegiatan yang diulang lainnya. Ia belajar tentang warna dengan membuat percobaan-percobaan selama kegiatan seharian yang biasa. Contoh: Anak usia ini belajar warna jingga saat pengasuh menggunakan nama warna (kapan saja kesempatan itu muncul) selama pengalaman makan. “Hari ini, kita punya tomat, warnanya merah, dapatkah kamu mengatakan merah, Ani?” (Ulangi usaha anak) “Merah, mari kita semua makan tomat merah.” (pengalaman langsung – bukan metode yang diulang atau di-drill). Anak belajar apa saja melalui hubungan langsung dengan bahan-bahan main, benda lain, orang dewasa, dan anak lain. Pengasuh harus menangkap setiap kesempatan untuk berhubungan dengan anak dengan Anak usia dua tahun adalah pembelajar yang interaktif. Agar mereka belajar mereka harus menyentuh, merasakan, melihat dan mendengar. menjelaskan, memberi nama dengan tindakan dengan ucapan, kejadian-kejadian dan objek-objek dan mendukung usaha mereka untuk belajar tentang lingkungannya. Teori Piaget juga menyarankan bahwa main peran anak seharusnya didukung, dan itu sangat penting dalam perkembangan kemampuan sosial, bahasa, dan keterampilan kognisi. Selama di tiga tahun kehidupan ini, anak bergerak dari perilaku sensorimotor bayi dan anak usia dua tahun ke tahap pra-operasional terus berlanjut untuk berkembang sampai kira-kira usia enam atau tujuh tahun. Selama bagian awal tahap perkembangan pra-operasional, anak usia dua tahun mulai menggunakan bahasa dan untuk membuktikan awal main peran. Selama tahap perkembangan ini keterlibatan orang dewasa yang mendukung adalah penting bagi anak untuk mengembangkan keterampilan main peran. Orang dewasa harus mencontohkan main peran untuk anak dan mendorong keikutsertaan anak. Contoh: Orang dewasa mengambil telepon mainan dan menempelkan di telinga, “Halo, halo, Fajar, ada?” Orang dewasa kemudian memberikan telepon ke Fajar, “Ini untukmu!.” Contoh: Saat anak dekat dengan boneka orang dewasa berkata, “Oh, bayinya menangis, ini botolnya, dapatkah kamu beri makan bayinya?” Saat anak didorong untuk menggunakan bahasa untuk mendapatkan kebutuhannya dan didukung oleh orang dewasa agar muncul main perannya, mereka akan mulai beralih dari tahap perkembangan sensorimotor ke tahap pra-operasional. Selama masa bayi dan masa usia satu tahun, pengasuh akan sering menemukan bahwa anak telah menjadi lekat pada mainan yang lembut, selimut atau bahkan pada dot. Teori Anna Freud menyarankan bahwa benda-benda ini, melalui penciuman, perabaan, penglihatan atau penghiduan, memberikan rasa aman pada anak bergerak keluar dari kenyamanan langsung pengasuh. Freud menyebut benda-benda ini objek-objek peralihan. Anak usia ini mungkin saja melanjutkan kebutuhannya akan objek peralihan selama masa tertekan atau selama istirahat. Bagaimanapun juga, objek-objek ini seharusnya tidak mengganggu dengan main sosial, bahasa atau perilaku aktif lainnya. Objek peralihan adalah penting, tetapi seiring dengan kematangan anak, kedekatan dengan objek dapat mengganggu perkembangan. Objek peralihan menarik anak kembali ke dalam dirinya. Seiring dengan perkembangan emosi dan sosial anak, menurut teori Anna Freud, anak harus bergerak dari kedekatan saling berhubungan untuk main dengan mainan dan kemudian main dengan orang lain. Selama bulan-bulan akhir masa anak usia satu tahun (usia 12 –24 bulan) banyak pengasuh mengamati bahwa anak ini, yang beberapa bulan lalu tidak menginginkan bantuan atau menolak setelah pengalamannya penuh secara singkat, sekarang mengharapkan perhatian pengasuhnya. Teori Freud dan Mahler menyarankan bahwa anak berlatih agar bergerak dan berkembang rasa pemisahan antara dirinya dan pengasuh. Anak bergerak maju ke usia dua tahun, bergerak kembali ke dalam masa dimana perhatian pengasuh dan berhubungan dengan kegiatannya adalah penting. Bahasa dan bermain dengan pengasuh dan anak lain adalah bagian penting pada tahap perkembangan selanjutnya. Berhubungan dengan pengasuh yang sayang dan memperhatikan akan mendukung usaha anak dalam mengembangkan keterampilan main dengan anak lain dan merasa kesadaran diri sendiri. Semua ahli teori telah menyarankan bahwa anak berkembang melalui hubungan dengan lingkungan dan saat berhubungan ini aman, penuh kasih sayang, dan sesuai untuk perkembangan anak, perkembangan anak sepenuhnya terdukung. Ketika pengasuh mengamati anak mulai bermain dengan anak lain, duduk dan melihat-lihat buku, memasang puzzle bersama, mendengarkan dan ikut serta dengan pengasuh berbagi musik dan bermain jari, secara simbolik mewakili dunianya melalui naskah main peran baik dengan bahan-bahan main peran makro dan mikro, dan menumpuk balok untuk kesenangan membangun dari pada merobohkan, perkembangan anak mulai beranjak ke usia tiga tahun. Keterampilan main ini, bukan keterampilan latihan ke kamar mandi, yang seharusnya dilihat untuk menentukan apakah anak sudah siap ke kelompok bermain. Latihan ke kamar mandi BUKAN sebuah persyaratan untuk peralihan ke kelompok bermain.

Rabu, 29 Februari 2012

Welcome... Again!

Sudah 3 tahun yang lalu blog ini dibuat, tapi entah kenapa blog ini hampir dilupakan. Kembali terinspirasi dari sebuah blog teman yang baru saja dibuat feb' 2012 lalu, mengingatkan saya pada tulisan yang saya tulis di Dapur_Anak ini, dan hari ini ia ucapkan "Selamat datang kembali para pecinta Anak" hihihi ^_^. Masih beruntung, saat buka blog ini tidak ada sarang laba-laba dan debu yang mengahalangi tulisannya. Salam Ceria ^_^