Jumat, 28 Desember 2012

Dasar Teori Prasekolah (anak usia 3-6 tahun)

Teori perkembangan anak berikut ini seharusnya digunakan untuk memberikan dasar bagi semua kegiatan di program prasekolah (diambil dari Pelaksanaan sebuah program keterlibatan awal dasar main yang sesuai perkembangan untuk anak usia dini dengan atau tanpa kebutuhan khusus – Model Program Creative, 1997). Prasekolah perlu untuk mengembangkan keterampilan sosialnya yang akan memungkinkan mereka untuk bermain dengan anak lain, Selama masa prasekolah, anak dianggap oleh Erikson sebagai masa “prakarsa vs bersalah” juga digambarkan sebagai masa “memiliki atau terasing.” menggunakan bahasa untuk memecahkan masalah mereka. Mereka juga perlu banyak kesempatan untuk mencoba kegiatan-kegiatan baru dan menjelajah. Anak prasekolah bisa terdengar bicara, “Saya bisa mengerjakannya” dan saat mereka dibolehkan untuk mengembangkan keterampilan sesuai kecepatannya sendiri, tanpa kritik dari orang dewasa, mereka akan menjaga perasaan positif akan dirinya. Rasa percaya diri, memiliki sikap “Saya dapat melakukan,” adalah penting bagi anak untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan untuk keberhasilan di sekolah nanti. Selama tahap perkembangan ini penting sekali bahwa lingkungan memberikan kesempatan-kesempatan pada anak untuk mengalami perasaan akan keberhasilan. Semua kegiatan seharusnya direncanakan sehingga anak dapat merasa percaya diri dalam bekerja sesuai tingkat perkembangannya. Saat anak prasekolah dibolehkan untuk bermain yang mendukung, lingkungan yang positif dengan bahan-bahan, orang dewasa, dan anak lain, mereka akan mengembangkan ego yang kuat yang mendukung rasa memiliki dan mampu melaksanakan. Lingkungan bermain yang bermutu memberikan kesempatan-kesempatan bagi anak prasekolah untuk mengembangkan keterampilan main peran menggunakan bahan-bahan main peran makro dan mikro. Dalam main peran, anak dapat membelokkan kenyataan untuk mempersiapkan ego mereka. Erikson menyarankan bahwa melalui pengalaman-pengalaman main peran, anak mulai mengerti dunia di sekeliling mereka dan mengembangkan keterampilan sosial dengan anak lain. Selama tahap ini, anak terlibat dalam main peran dengan anak lain yang berkembang dari hubungan sosial main sendiri dan main berdampingan pada anak usia dua tahun ke perilaku sosial kerja sama, yang meliputi pengambilan peran, pemecahan masalah, dan rencana kelompok (Parten, 1932). Selama masa prasekolah, anak seharusnya diberikan kesempatan untuk melukis, membangun, menjelajah, dan berpura-pura baik sendiri maupun dengan anak lain. Piaget percaya bahwa anak berkembang melalui Teori Piaget menyarankan bahwa anak prasekolah harus bergerak dari tahap perkembangan kognisi sensorimotor ke dalam tahap pra-operasional. pengalaman langsung dengan bahan-bahan, anak-anak, dan orang dewasa. Menurut Piaget, anak harus dibolehkan untuk menemukan tiga jenis pengetahuan; sosial, logik/matematik, dan fisik( DeVries & Kohlberg, 1987). Ketika anak menciptakan pengetahuannya sendiri, pengertian mereka lebih lengkap dan dapat menggunakan pengetahuan untuk membangun konsep yang lebih rumit. Contoh: Orang dewasa meletakkan tiga loyang besar di atas sebuah meja, satu dengan sabun cair bening dan cat biru, satu dengan sabun cair bening dan cat kuning dan yang satu hanya dengan sabun cair bening. Anak akan mencampur warna biru dan kuning dan menemukan warna hijau. Contoh: Anak dibolehkan untuk bermain dengan balok-balok setiap hari. Saat anak sedang membangun dengan bahan-bahan main pembangunan, ia akan mengembangkan pengetahuan fisik dan logik/matematik mengenai angka, bentuk dan ukuran. Sara Smylansky, dalam penelitiannya menekankan pada perkembangan keterampilan main peran (1968), menyarankan bahwa Piaget menjelaskan tentang empat macam main dalam teorinya. Keempat macam jenis main ini adalah pembangunan, sensorimotor, main peran, dan permainan dengan aturan. Permainan dengan aturan sulit untuk anak prasekolah karena pemikiran pra-operasional anak belum sepenuhnya mengerti konsep menang dan kalah. Jenis main ini dapat diamati pada anak sekolah dasar yang secara perkembangan bergerak ke tahap pemikiran operasional nyata. Melalui pengalaman-pengalaman main peran, anak dapat belajar “keluar dari dirinya,” menerima sudut pandang orang lain, dan mengembangkan tiga jenis pengetahuan: sosial, logika/matematika, dan fisik. Pada pengalaman main pembangunan anak melatih keterampilan-keterampilan yang akan dibutuhkan dalam kerja sekolah nantinya. Selama pengalaman ini, anak berkembang dari pemain proses (main sensorimotor), yang melumuri cat untuk merasakan tekstur, ke pemain usia lima tahun yang datang ke tempat balok atau papan lukis dengan gagasan tertentu dan menghasilkan karya yang mewakilinya. Dr. Charles Wolfgang (1977) telah menempatkan bahan main pembangunan pada sebuah rangkaian yang berkelanjutan dari sifat cair ke terstruktur. Air, pasir, cat, spidol, krayon dan sebagainya, dianggap sebagai bahan main pembangunan sifat cair. Balok, LegoTM, dan bahan pembangunan lainnya yang memiliki bentuk yang telah ditentukan sebelumnya dianggap menjadi bahan pembangunan terstruktur. Kerja Anna Freud menyarankan bahwa anak berkembang dari bayi (yang terlibat dalam main tubuhnya dengan ibu jari, jari-jari dan sebagainya) ke perkembangan anak usia satu tahun yang belajar untuk menggunakan bahan main secara tepat, kemudian ke dalam pengalaman-pengalaman main dengan bahan-bahan main dan anak lain. Kerja Freud menguatkan teori Piaget dan Erikson dalam nilai bermain dan hubungan sosial dengan anak lain. Melalui penggunaan bahan main seharian dan kesempatan untuk bermain dengan anak lain, mereka akan mengembangkan keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk keberhasilan kerja sekolah nantinya. Kerja Lev Vygotsky dimulai tahun 1930-an dan berlanjut hingga kini memberikan keyakinan pada orang dewasa yang bekerja dengan anak usia dini bahwa anak adalah yang utama dan seharusnya dibolehkan berkembang sepenuhnya melalui pengalaman main dengan anak lain dan orang dewasa yang sesuai tahap perkembangannya. Ia percaya bahwa anak dengan kebutuhan khusus akan menghadapi hambatan kedua jika mereka tidak dibolehkan untuk berhubungan penuh dengan lingkungannya dan hambatan kedua ini akan menjadi lebih besar terhadap perkembangannya daripada kebutuhan khususnya. Vygotsky membahas “the zone of proximal development” yang mendukung kepercayaan bahwa orang dewasa, dapat dan harus memberi Vygotsky percaya bahwa anak dengan kebutuhan khusus seharusnya disertakan dalam semua pengalaman kebudayaan dengan teman sebaya mereka yang tipikal pijakan pada main anak. Orang dewasa setelah menyusun lingkungan bermain yang sesuai harus bertanya, mendukung, dan meluaskan kegiatan-kegiatan sambil membolehkan kekuatan anak. “Di kehidupan ini anak tidak dapat mengabaikan aturan, tetapi dalam bermain itu mungkin. Bermain menciptakan “zone of proximal development.” Dalam bermain, anak selalu berada di atas rata-rata usianya, di atas perilakunya sehari-hari; dalam bermain dia seolah-olah lebih matang dari sesungguhnya, misalnya dia bermain seperti mampu menulis. Tindakan dalam ruang lingkup khayalan, dalam keadaan berkhayal, ciptaan harapan-harapan pribadi, dan bentukan perencanaan kehidupan nyata dan “volitional motives,” semua ini muncul dalam bermain dan menjadikan tingkat perkembangan anak prasekolah yang tertinggi.” (Berk & Winsler, 1994)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar